9 Pengalaman Menikah dari Sisi Seorang Pria

Menikah itu kompleks, bahkan sangat kompleks. Suka dan dukanya sangat terasa dan begitu beragam. Yang tidak pernah terlintas di kepala, bakal terjadi di kehidupan kalian.

Contohnya ketika seorang wanita divonis tidak bisa melanjutkan atau memiliki keturunan oleh dokter spesialis kandungan (SpOG), bisa saja suatu waktu Allah menetapkan kalau dirinya mampu memiliki keturunan.

Ketetapan Allah di atas segalanya.

Nyatanya, suatu pernikahan gak selamanya mulus seperti yang kalian bayangkan di drama Korea. Bukan bermaksud ghibah, dengan bergelimang harta pun, Elon Musk (pria nomor 2 terkaya di dunia dengan harta kekayaan sebesar Rp2.872,51 triliun) dan sang istri pun bisa berpisah.

Makanya, pernikahan itu sangat kompleks. Dalam segala hal, baik positif maupun negatif.

Ada juga yang hidupnya miskin harta, bisa menghasilkan keturunan yang baik dan berkualitas. Contohnya, ada berapa banyak anak-anak miskin yang bisa berprestasi di dunia pendidikan? Banyak, banget!

9 Pengalaman Menikah dari Sisi Seorang Pria

Jadi, artikel kali ini tentang pengalaman menikah. Anggap 'lah perbedaan serta perbandingan sebelum menikah (single) dan setelah menikah dari sisi seorang pria.

Seorang Pria Harus Punya Pekerjaan


Mari kita kesampingkan dulu soal stabilitas finansial, misalnya punya gaji tetap Rp5.000.000.- per bulannya, karena bukan poin ini yang mau dibahas.

Seorang pria, sebelum menikah, alangkah baiknya punya pekerjaan. Apapun dan berapa pun gaji yang didapatkannya.

"Harga diri lelaki adalah bekerja, tentang bagaimana ia menyibukkan diri, berpenghasilan sendiri, lalu meluangkan waktu dan materinya hanya untuk orang-orang yang menurutnya berarti." - Arief Ghozaly, 2016.

Andaikata kalian terlahir dari keluarga kaya raya sekali pun, kalian tetap harus bekerja. Laki-laki diciptakan untuk bekerja. Jangan pernah mengandalkan harta orang tua, kecuali ada modal dari harta orang tua yang bisa dipinjam untuk buka usaha.

Sangat tidak mungkin andaikata nanti kehabisan beras, lantas kalian sebagai kepala rumah tangga malah minta uang ke orang tua. Bagaimana mungkin orang yang masih ketergantungan hidupnya sama orang tua bisa menikah?

Jajan Harian atau Bulanan untuk Istri


Perempuan yang kalian nikahi, awalnya adalah anak yang dicintai dan disayangi oleh kedua orang tuanya. Dirawat sejak bayi, diberikan makanan yang halal, rela tidak tidur (begadang) demi menjaganya, dan sebagainya.

Semua itu dilakukan dengan cara yang tulus dan penuh kasih sayang.

Menikahi mereka, sama saja dengan mengambil dan/atau memindahkan kewajiban kedua orang tuanya ke pundak kalian. Artinya, kalian harus melakukan itu semua, sebagaimana orang tuanya memperlakukan dirinya.

Salah satunya ialah diberikannya jajan harian atau bulanan.

Saya kira, laki-laki yang baik adalah laki-laki yang bisa memberikan jajan harian atau bulanan kepada istrinya. Gak harus banyak, cukup disisihkan dari 10% s/d 20% gaji (penghasilan) yang kalian terima sekarang -- apabila punya penghasilan tetap.

Terserah uang itu mau diapakannya. Apakah mau digunakannya untuk beli skincare, mungkin? Alat makeup? Belanja? Terserah. Sekarang, yang terpenting adalah kewajiban tersebut sudah dilaksanakan ๐Ÿ˜

Komunikasi adalah Yang Diprioritaskan


Dalam pernikahan, komunikasi di antara pasangan sangat diprioritaskan. Bayangkan kalian menikah dengan orang yang gak nyambung ketika diajak bicara? Apa kalian sanggup bertahan dengannya sampai tua nanti?

"Bagaimana kalau dianya pendiam?" Justru orang pendiam itu orang yang paling nyambung ketika diajak bicara. Mereka senang berpikir tapi enggan dan malas berbicara. Begitu diajak berdiskusi, ada saja idenya.

Sebenarnya, poin ini lebih layak untuk dimasukkan ke artikel "cara menentukan pasangan yang tepat", tapi gak apa-apa, ya! Sengaja saya masukkan di sini sebagai informasi tambahan ๐Ÿ˜…

Pada pokoknya, komunikasi itu penting. Dengan berkomunikasi dalam dua arah, keduanya bisa saling tahu apa kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan. Juga bagaimana cara memecahkan masalah ketika masalah itu muncul.

Jangan Memakinya, Apalagi Main Tangan


Setelah dinikahi, bukan berarti seorang laki-laki berhak memukul dan memaki istrinya.

Ingat, jangan pernah sekalipun memaki dan memukul wanita yang sudah kalian nikahi. Jika sudah tidak tahan, silakan kembalikan ke keluarganya. Itu lebih baik daripada memaki dan memukulnya.

Jika sudah parah, baiknya hubungi wali nikahnya. Jelaskan duduk perkaranya dan minta nasihat dari dirinya.

Beli Apapun Bakalan Ingat Istri di Rumah


Karena sudah menikah, berarti ada perut lainnya yang mesti dipikirkan. Siapa lagi kalau bukan perut istri sendiri ๐Ÿ˜…

Contohnya ketika beli bakso. Yang awalnya berniat dibeli dan dimakan untuk diri sendiri, jadi kepikiran dengan istri di rumah. Dengan ikhlas dan senang hati, 100% pastinya, dibeli lebih untuk dibawa pulang dan dimakan olehnya.

Dulu, sebelum menikah, saya cuma beranggapan kalau cerita di atas cuma dongeng belaka. "Nggak mungkin sampai segitunya," pikir pendek saya. Ternyata, setelah menikah, mengalaminya sendiri ๐Ÿ˜…

Jangan Curhat ke Keluarga Sendiri


Ingat, apapun masalah yang sedang terjadi di keluarga kecil kita, jangan pernah dicurhatkan (dibuka) ke keluarga besar. Apapun masalahnya. Titik.

Terus, apa solusinya? Insya Allah belum pernah tapi akan saya terapkan dengan cara berikut, andaikan itu terjadi.

Andaikata istri saya ada berbuat salah, kesalahannya akan saya ceritakan ke ibunya langsung (mertua), tidak saya ceritakan ke ibu kandung saya.

Alasannya, kalau saya menceritakan kesalahan atau keburukan istri ke ibu kita, justru hal itu malah memperkeruh suasana. Yang awalnya tidak benci, ibu kita malah mulai membenci istri kita.

Setelah menemui ibu mertua, tentu saja saya akan menceritakan kronologinya serta berkeluh kesah bahwa anaknya begini dan begini, meminta tolong untuk dinasihati agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi.

Hal di atas juga berlaku untuk saya, di mana sang istri juga juga berhak melaporkan keburukan saya ke ibu saya apabila saya ada melakukan kesalahan.

Permasalahan yang diadukan ini tentunya harus ada kesepakatan bersama, dan ada batasannya juga. Apa itu? Contohnya kesalahan yang dilakukan sudah terlalu besar yang tidak mungkin untuk dibendung sendirian lagi. Artinya, harus ada teman berbicara dan perlu adanya solusi sesegera mungkin.

Saya tahu cara ini dari salah seorang ulama besar yang tidak sengaja saya temukan di youtube. Saya lupa siapa orangnya.

Dan... tentu saja, insya Allah keluarga kami belum pernah berselisih yang bagaimana, cuma sebatas hal-hal kecil saja. Karena yang terpenting adalah komunikasi dalam dua arah ๐Ÿ˜

Harus Pintar Mengatur Keuangan


Kalau biasanya seorang istri yang mengatur keuangan, tidak demikian di keluarga saya. Di mana, saya 'lah yang mengatur keuangan.

Saya akan mengatur pengeluaran dan pemasukan yang ada, yang dicatat di catatan HP. Dan catatan ini bisa dibuka, diakses, dan dibaca oleh istri saya.

Semua pengeluaran untuk sebulan ke depan sudah saya plot. Contohnya: untuk beli token, belanja ikan dan sayur per minggunya, jajan bulanan untuk istri, tagihan TV digital bulanan, dan lainnya.

Dengan adanya mekanisme plot, pengeluaran yang ada menjadi lebih terarah.

Kenapa bukan istri yang mengatur keuangan keluarga? Alasannya karena saya percaya diri dengan kemampuan saya dalam mengelola atau mengatur keuangan rumah tangga. Biarkan itu menjadi urusan saya. Istri gak perlu repot mengatur keuangan. Yang terpenting, istri dapat jajan bulanan ๐Ÿ˜

Jalan-Jalan dengan Istri di Akhir Pekan


Selain itu, pengalaman yang ingin dibagikan lainnya adalah rutinitas kita di tiap minggunya. Betul, bawa jalan-jalan istri di setiap akhir pekan (weekend).

Saya kira ini penting karena istri juga butuh hiburan (dibaca: healing). Anggap saja jalan-jalan ini bagian kecil dari penghargaan (reward) untuk dirinya yang sudah berjasa dari hari senin sampai dengan hari jum'at.

Saya kira pun, bapak-bapak di luar sana juga harus menerapkan cara ini. Tujuannya agar istri bapak makin cinta dengan bapak ๐Ÿ˜

Menikah itu Soal Komitmen


Pak, kalau berbicara tentang komitmen, komitmen merupakan salah satu pilar utama dan penting dalam sebuah hubungan untuk menciptakan pernikahan yang harmonis, pak.

Apa itu komitmen? Pengertian komitmen adalah tanggung jawab diri kepada pasangan yang perlu dijaga bersama-sama, contohnya:

  • Memprioritaskan keluarga;
  • Setia dengan istri, tidak mendua;
  • Berupaya selalu memberikan yang terbaik;
  • Menjadikan pasangan sebagai prioritas;
  • Saling terbuka dengan pasangan;
  • Tidak mengumbah masalah keluarga;
  • Jangan terlalu mengekang pasangan;
  • Tidak membanding-bandingkan pasangan dengan orang lain;
  • Mengabaikan godaan di mana pun dan kapan pun kecuali pasangan sendiri;
  • Saling intropeksi diri dan evaluasi hubungan;
  • Mudah memberikan apresiasi;
  • Saling percaya;
  • Memberikan perhatian kecil;
  • Saling memaafkan di antara kedua belah pihak.

Pernikahan, sesungguhnya adalah belajar untuk memahami pasangan setiap harinya, menurunkan ego, dan berkomunikasi dengan sehat. Makanya, pernikahan harus dilandasi dengan komitmen. Bukan 'kah begitu, pak?

Begitulah pengalaman menikah yang akan dirasakan nantinya, meskipun enggak semuanya pernah terjadi (relate) di kehidupan saya. Ditambah lagi ada beberapa pokok pembahasan yang diambil dari kisah atau pengalaman orang lain juga.

Artikel ini bukan curhat, ya! Dan gak semua kejadian buruk yang saya ceritakan di atas terjadi di keluarga saya. Insya Allah gak pernah ๐Ÿ™๐Ÿ˜
Arief Ghozaly
Arief Ghozaly Blogger sejak 2014 - Suka Menulis, Membaca, SEO, Berbagi Cerita, Pengalaman, Eksplorasi, dan Kopi.

2 komentar untuk "9 Pengalaman Menikah dari Sisi Seorang Pria"

Comment Author Avatar
Istri Ghozaly Mei 17, 2024
Wahh keren sekali artikelnya suamiku ๐Ÿ˜๐Ÿ˜‚
Comment Author Avatar
Makasih dok atas kunjungannya ๐Ÿค๐Ÿคฃ

Jika ingin berkomentar, silakan pilih salah satunya:
(1.) Akun Google, (2.) Anonim, atau (3.) Nama (URL). Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum dipublikasikan. Terima kasih! ๐Ÿ˜